MIDNIGHT SHOW : Unravel Mystery In Bloody Theatre


Quote:

Johan: Ya meskipun satu penonton tetap harus kita layani.



Nice-to-know
:

Sutradara Ginanti Rona sempat diganggu
dimana saat take, earphone nya terdengar suara berisik dan tawa wanita padahal
semua kru dan pemain sedang tidak bersuara.




Cast:


Gandhi Fernando
sebagai Juna

Acha Septriasa
sebagai Naya

Ratu Felisha
sebagai Sarah

Ganindra Bimo
sebagai Tama

Boy Harsya
sebagai Ikhsan

Gesata Stella
sebagai Lusi

Arthur Tobing
sebagai Seno

Ronny P. Tjandra
sebagai Johan

Daniel Topan
sebagai Allan

Ade Firman Hakim
sebagai Guntur

Rangga Djoned
sebagai Heru

Citra Prima
sebagai Yuli

Rayhand Khan
sebagai Bagas Film

Neny Aggraeni
sebagai Desi

Yayu Aw Unru
sebagai Purno

Zack Lee




Director:

Merupakan feature debut bagi Ginanti Rona Tembang Asri setelah menjadi
astrada dalam The Raid: Redemption (2011).





W For Words
:


Siapa nyana duet G bertekad menyuguhkan tontonan berdarah-darah bagi penikmat
film Indonesia di awal tahun 2016 mendatang? Mereka adalah Gandhi Fernando dan
Ginanti Rona Tembang Asri. Satunya adalah pelakon dan juga pionir dari Renee
Pictures yang sudah menelurkan tiga film berbeda genre sejauh ini. Sedangkan
yang lainnya sudah berpengalaman sebagai astrada bagi famous Indonesian genre
directors yaitu Gareth Evans dan The Mo Brothers selain menggarap secara
koperatif sebuah film kecil lima tahun silam. Seperti apa hasil kolaborasi
produser dan sutradara ini memang layak ditunggu.




Pengusaha bioskop Johan sedang menunggui anak buahnya berjaga untuk pertunjukan
midnight, sebuah film baru berjudul “Bocah” yang konon diinspirasi dari kisah
nyata. Satpam Allan yang sudah mengantuk, penjaga loket Naya yang harus
menggantikan tugas Lusi yang pulang lebih awal karena sakit dan juga
projectionist merangkap penjual snack Juna yang usil. Beberapa penonton pun
berdatangan mulai dari pasangan Ikhsan dan Sarah, pria tua Seno serta pria
misterius Guntur. Mereka tidak menyadari jika ada sosok bertopeng yang tidak
menyukai pemutaran film itu sedang mengintai. 

















































Husein M. Atmodjo yang menggarap skenario berdasarkan ide cerita Gandhi ini bertekad
memberikan pondasi yang kokoh bagi karakter-karakternya sebelum beranjak dengan
konflik yang diusung. Simak saja bagaimana flashback mencengangkan sebagai appetizer
yang menggugah rasa. Namun usaha Husein memang belum sepenuhnya berhasil karena
adanya kekhawatiran membuka ‘kedok’ terlalu dini. Layer demi layer yang tersingkap
seiring waktu akan terus memberi petunjuk bagi anda untuk menebak siapa pelaku
sesungguhnya di akhir cerita. Tidak sulit bagi mereka yang mengaku slasher
fans.




Ginanti sebagai sutradara tampak menguasai betul panggung bermainnya. Sebuah
bioskop tua dengan studio lawas, ruang gelap maupun lorong sempit memang terasa
sempurna sebagai arena kejar-kejaran yang menegangkan. Tidak lupa segala
gimmick autentiknya mulai dari karcis sobek, poster film non digital hingga
loket kaca menambah sisi artistik sekaligus menunjukkan kecintaan pembuatnya
terhadap sinema sejak usia dini. Sinematografi dengan low key lighting dari
Joel F. Zola sukses menghadirkan suasana mencekam di sepanjang film.












































Menarik melihat Acha mengambil peran yang berbeda dari biasanya karena Naya
adalah sosok heroine yang jelas akan anda pedulikan nasibnya di sepanjang film.
Gandhi memberikan penampilan yang lebih baik dari sebelumnya lewat karakter
Juna yang usil tapi tak kenal takut. Kembalinya Ratu Felisha ke layar lebar
lewat genre horor thriller pantas diapresiasi sebagai Sarah yang annoying.
Sederetan aktor aktris muda yang turut mendukung sukses menghadirkan
‘distraksi’ yang dibutuhkan. Kemunculan sekilas tak lantas mengurangi nilai
akting Ronny dan Gesata yang kian matang.




Terlepas dari pace yang sedikit naik turun dan juga flashback yang agak
overexposed pada third act nya, Midnight Show merupakan slasher psikologis dengan
kajian character study yang pantas diapresiasi karena tidak banyak filmmaker
yang mau bersusah-payah melakukan effort serupa untuk genre sejenis. Sebuah
film bisa dikatakan berhasil jika mampu melayangkan imajinasi penonton untuk sejenak
membayangkan ada dalam situasi yang tengah dialami para tokohnya. If that’s the case then i’d be anywhere else
but Podium theatre. Who’s the killer? It’s your task to uncover the mask.





Durasi:

100 menit




Movie-meter:






Lebih baru Lebih lama